Sejarah Kerajaan Kalingga

Tulisan Berjalan


counters

Rabu, 22 Januari 2014

Puisi Ibu Tercinta Paling Indah

Puisi Ibu - Kali ini Bersasi akan memberikan Puisi untuk Ibu Tercinta, Ibu merupakan orang yang rela berkorban nyawa bagi kita yang telah dilahirkannya, dia mengandung kita selama sembilan bulan dan selama itu dia tidak bisa tidur dengan nyenyak.
puisi ibu
Jasa seorang Ibu yang begitu luar biasa kasih sayang nya tidak pernah akan terbalas, kita sebagai anaknya harus sepantas nya membuat mereka selalu bahagia dan senang. Salah satu caranya yaitu dengan menciptakan atau memberikan Puisi Ibu kepada ibu kita meski hanya sebuah Puisi Ibu tapi maknanya yang terkandung sangatlah dalam dan menjiwai sekali.

Kasih sayang dan cinta kasih seorang ibu bagaikan sinar surya yang menyinari dunia tidak akan pernah habis. Tentunya kita sebagai anak tentunya haruslah berbakti kepada kedua orang tua kita karena tanpa mereka kita tidak akan ada di dunia ini.
Hanya Darimu Bunda

Bunda..
Andai peluhmu sewaktu menimangku dapat kuseka dengan
rasa maafku..
Mungkin tak cukup walau diri ini memohon maaf atas
segalanya..

Kenapa aku dulu begitu berani akan dirimu..
Bunda.. Setiap jejak langkah berat bebanmu ketika
merawatku..
Tak kurasakan sekarang dalam hidupku..
Masih pantaskah aku harus durhaka kepadamu.
Masih pantaskah aku harus mengatakan tidak akan
permintaanmu..

Bunda..
Setiap nafas yang kau hembuskan, usaha berat engkau
anggap ringan..
Hanya untukku, untukku agar tetap bertahan dalam sebuah
kehidupan..

Bunda.
Sepanjang jalan dan tak akan pernah putus kasih
sayangmu..
Namun dariku, hanya sepanjang galah yang terkesan
semu..

Bunda..
Terimakasih untuk adamu..
Terimakasih untuk kasih sayangmu..
Terimakasih telah memaafkanku..
Terimakasih untuk kehidupan yang engkau usahakan
untukku..

Anakmu..
Hanyalah setitik debu penuh kesalahan..
Hanyalah sebatang ranting rabuh di atas dahan..
Hanyalah semut kecil di tengah hutan..
Yang akan tersesat tanpa genggaman hangat seorang
penyayang sepertimu bunda..

Anakmu..
Yang hanya tau menuntut tak patut..
Yang hanya tau merengek tak sopan..
Yang hanya tau dirinya sendiri tanpa takut..
Tanpa takut menyakitimu wahai sang sandaran..
Jiwa dan hatiku. Hidup dan jalanku..

Terimakasih bunda.. Untuk setiap air susu yang mengalir
dalam darahku..
Tanpanya.. Aku tak akan pernah mampu menghirup udara
kehidupan..
Berteman dengan alam, mengarungi nafas dunia
bersamamu..
Terimakasih karena selalu menyayangiku..

Hanya darimu bunda..
Kudapatkan selimut kasih sayang tanpa batas dan
balasan..
Ya Allah.. Kuatkan langkah Bundaku..
Selalu beri Ia kebahagian atas segala Ridhomu..
Amin..

BUNDA


Bunda...
Bunda...
Usiamu kini tak lagi muda
Tapi aku jua belum bisa apa-apa

Bunda...
Bunda...
Kakimu tak sekuat dulu
Menopang tubuh dan juga aku dikala mengandungku

Bunda...
Bunda...
Tak ada yang berubah dari kasih dan sayangmu
Meski mataku terbelalak namun tak sesadar itu

Bunda...
Bunda...
Lidahmu penawar segala sakitku
Dan tamparmu penyadar hidayahku

Bunda...
Bunda...
Tak ada yang sepadan sebuah kata kias
Karna hanya '' BUNDA '' itu jua yang pas
 ENGKAULAH SURGAKU


Hari ini aku bertanya
Untuk diriku sendiri
Sederhana, tapi tak sesederhana itu
Untuk menjawabnya

Butuh waktu
Perjuangan
Kesungguhan
Entah...apa lagi

Tanya yang harus ku jawab
Dengan, benar..pasti
Hingga ku yakin
Itu...pasti benar

Tuhan..Engkau bilang
Surga ditelapak kaki ibu
Makna yang terbalut bahasa
Yang sulit ku terjemahkan

Biarkan ku coba mencari
Mulai hari ini..dan seterusnya.
Hingga kutemui...
Kudapati semua jawab

Ibu...
Ijinkan aku mencari Surgamu
Yang masih rapat...tersimpan
Di rimbun belantara hidup

Ibu...
Kumohon petuahmu
Apa kan kubuat
Untuk bahagiamu

Ibu...
Tunjukkan padaku
Arah mana kan ku tuju
Timur, selatan, barat atau utara
Tuk kudapat ungkap semua-jawab

Satu Harapan Mereka

Satu malam satu lembar saja.
Diam dan mulailah menuliskannya.
Bukankah janjimu ingin jadi sarjana ?
Janganlah membuat mereka menetaskan air mata.

Bukankah harapan mereka tidak mengada-ada?
Hanya ingin melihat mu menjadi sarjana.

Baju toga itu,
Mengeringkan keringat mereka,
Menghapus air mata mereka,
Membayar semua pengorbanan mereka.

Ingat ..
Bukan emas dan permata sebagai bentuk balas jasa.
Tapi ..
Hanya kata-kata sederhana
sarjana saja....!!!

Lupakah kamu waktu meraka mengantarmu ke kota...?
Mereka pulang lalu mengatakan kepada sesiapa saja
bahwa anak mereka sekarang kuliah
Dan menjadi calon sarjana.
Mereka lalu menjual apa saja yang ada
Menghemat uang belanja.
TANGISAN MATA BUNDA

Dalam Senyum mu kau sembunyikan letih mu
Derita siang dan malam menimpa mu
tak sedetik pun menghentikan langkah mu
Untuk bisa Memberi harapan baru bagi ku

Seonggok Cacian selalu menghampiri mu
secerah hinaan tak perduli bagi mu
selalu kau teruskan langkah untuk masa depan ku
mencari harapan baru lagi bagi anak mu

Bukan setumpuk Emas yg kau harapkan dalam kesuksesan ku
bukan gulungan uang yg kau minta dalam keberhasilan ku
bukan juga sebatang perunggu dalam kemenangan ku
tapi keinginan hati mu membahagiakan aku

Dan yang selalu kau berkata pada ku
Aku menyayangi mu sekarang dan waktu aku tak lagi bersama mu
aku menyayangi mu anak ku dengan ketulusan hati ku

Mungkin Puisi Ibu di atas tidak cukup untuk menggantikan jasa-jasa ibu kita, namun setidaknya kita sudah berusaha untuk menghormati dan membahagiakan ibu kita. Terimakasih

Sabtu, 18 Januari 2014

Puisi Untuk Ayah

Ayah Selalu di Sisi
oleh Rudy Setyawan

ayah aku rindu pada mu
aku sayang pada mu
aku cinta pada mu
dan aku tak bisa melihat ayah lagi
mengapa ayah meninggal kan aku??
apakah ayah tidak sayang padaku???
tapi aku yakin...
ayah akan selalu ada di sisi ku...

Ilove you father.....

UNTUK AYAH
oleh Rudy Setyawan

Disaat malam hari ku tatap bintang dan bulan yang menerangi bumi,
disaat itu pula aku teringat akan dirimu ayah,,,
aku merindukanmu,, yang tlahh pergi
meninggalkan ku,, untuk selama lama nya,,,
di mana pun aku berada,, aku akan selalu mengingat mu ayah,,,
andai engkau ada menemani hari hari ku ,,. Hidup ku akan terasa lebih
sempurna dengan ada nya dirimu ayah,,,
tapi itu semua hanya mimpi ku,,.
Aku di sini hanya bisa berdo'a untuk mu ayah,,.
Semoga kau tenang disana,,,,.
Aku,, anakk mu , setiap detikk meridukan mu


Dari Hati untuk Pahlawan Hidupku
(Untukmu Seorang bapak)
Puisi Ayah karya Rudy Setyawan

Meski suaramu
Tak semerdu nyanyian lembut seorang ibu
Kau membingkaiku dengan nada nada ketulusan
Yang mengantarkan hatiku. . .
Menuju lembah tinggi. .
Bernama kedamaian
Meski sentuhanmu tak selembut belaian suci seorang ibu
Namun dengan dekapanmu. . .
Ku terhangatkan dengan kasihmu
Ku terlenakan
Dengan cintamu

Tangisku berderai
Kala ku ingat ucapan indahmu menimangku
Kala ku sentuh tubuh letihmu menjagaku

Seperti karang menjaga debu pasir
Kau jaga aku. . .
Kau lindungiku
Dari kotoran raga dan jiwa yang kan basahiku. .
Kau rela di terpa deburan buih
Yang berlalu
Demi aku
Demi anakmu. . .

Seakan tak pernah lelah
Kau hapuskan tetes air mataku
Seakan tak pernah bosan
Kau redamkan aku dari tangisan

Ku urai hati ini
Untukmu
Untuk segalanya yang tlah kau labuhkan pada dermaga hidupku
Hanya sebentuk puisi
Dari ketulusan hati
Untukmu bapakku
Terima kasih. . . .


UNTUKMU AYAHKU
Puisi Ayah karya Rudy Setyawan

Di keheningan malam..
Datang secercah harapan...
Untuk menyambut jiwamu datang...
Sebercik harapan agar kau kembali pulang..
Hanya sepenggal kata bijak yang bisa kutanamkan...
Duduk sedeku, tangan meminta, mulut bergoyang, jatuh air mata...
Tapi apalah daya..
Semua harapan hilanglah sirna..
Karena kau telah tiada..
Ayahku tercinta..


Aku merindukanmu Ayah
Puisi Ayah karya Rudy Setyawan

Ayah..
Kini ku rasakan hidup tanpamu
Aku sepi hidup tanpa mu
Namun ini harus ku jalani
Walau terasa sangat berat ku jalani

Ayah...
Terima kasih atas semuanya
Semua kasih sayang yang kau curahkan
Semua pengorbanan yang kau lakukan

Ayah...
Kini aku merindukanmu
Merindukan saat-saat bersamamu
Merindukan kasih sayang darimu

Ayah...
Ingin rasanya aku berjumpa denganmu
Walau hanya dalam mimpiku
Walau hanya memandang wajahmu

Saat ku butuh ayah
Saat ku rindu ayah
Hanya selembar foto peninggalmu
Yang dapat mengobati rasa rinduku

Tuhan..
Sungguh aku tak pernah rela kehilangan dia
Namun aku sadar semua ini milikimu
Dan akan kembali kepadamu

Tuhan...
Jagalah dia selalu
Bahagiakan dia di sisimu
Karena dia adalah ayah terbaikku

Selamat jalan ayah
Semoga engkau bahagia di sisi-Nya
Semoga kita dapat berkumpul lagi di dalam surga-Nya
Nantilah aku ayah...

Aku sangat merindukanmu ayah...


Segurat Bayangan Tua
Puisi Ayah karya Rudy Setyawan

Teduhnya sore ini hampir menampakkan kemuning senjanya,,
mengaburkan lamunan yang sesekali menciptakan kebisuan,,
ada segurat bayangan tua dibenakku,
mengintaiku seolah ingin menghancurkan puing-puing lamunan itu,,
sebuah bayangan klise tersenyum dengan kerut di pipinya,,
0h Tuhan,,
senyum itu adalah senyum yang dulu biasa ku lihat setiap saat,,
senyum yang slalu bisa ku miliki,,
dan senyum dari seseorang yang selalu mampu buat hati ini bergetar..

ayah,,
aku tau,, kau datang untuk menjengukku...
Memastikan keadaanqu..
Meskipun hadirmu hanya dalam bentuk klise,,
tapi aqu tetap merasa kau nyata...


Hilangmu,, Piluku
Puisi Ayah karya Rudy Setyawan

Seandainya,,,
Matahari itu adalah rasa intimku dengan ayah
Aku tak tahu bagaimana menghadirkan kembali matahari itu
Satu-satunya matahari yang terbit kemarin
telah ditelan garhana berkepanjangan
Apakah ini cemburu,,,???
Entahlah,, aku tak tahu....
Aku hanya merasakan rasa memilikiku terusik oleh seseorang
yang seharusnya tak boleh mengganggu keintimanku dengan ayah
Tapi,, aku tak bisa mencegahnya
Sorot langkahnya begitu yakin untuk mengambil ayah dari pelukanku....
Jika memang aku harus membiarkanmu hilang,,
Tak apa...
Piluku kini mungkin akan sirna nanti..

Jumat, 17 Januari 2014

RESENSI BUKU




















Judul:  Rakyat Kecil, Islam dan Politik
Penulis: Martin van Bruinessen
Penerbit:  Gading, Yogyakarta, 2013

Tebal: xvii + 482 Halaman


Kemiskinan di wilayah urban telah lama menjadi masalah, sebab dari sinilah persoalan-persoalan yang lebih luas meluber. Kriminalitas, pengangguran, hingga konflik sosial adalah sebagian dari daftar panjang luberan masalah tersebut.
Martin van Bruinssen, peneliti asal Belanda, secara cermat mencatat masalah tersebut dalam sebuah penelitian. Penelitian tersebut dilakukan di sebuah kawasan kumuh di kota Bandung pada pertengahan tahun 1980-1990-an.
Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa kemiskinan di wilayah  tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor. Faktor tersebut antara lain adalah kedatangan ataupun perpindahan penduduk ke wilayah tersebut.
Perpindahan tersebut diikuti dengan sempitnya lapangan pekerjaan. Alhasil, penduduk terpaksa menjalankan pekerjaan informal seperti membuka warung, berdagang makanan kecil, atau bekerja sebagai buruh rumahan dengan mengupas bawang.
Sayangnya usaha semacam itu selalu diikuti oleh penduduk lainnya. Persaingan tidak dapat dihindari. Persaiangan yang tinggi membuat  usaha tersebut tidak dapat bertahan lama. Mereka pun kembali bangkrut dan harus bersusah payah membangun usaha lain. Padahal untuk itu mereka harus menyiapkan modal yang banyak.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa rendahnya kreativitas dan kurangnya kemampuan inovasi membuat kompetisi sulit diatasi dengan baik.  Ada penduduk yang mencoba bertahan, ada juga yang menyerah begitu saja. Mereka yang bertahan harus menjalaninya dengan berat.
Namun kemudian Bruinessen mempertanyakan posisi lembaga keagamaan.  Dalam hal ini ia menyandingkan posisi lembaga keagamaan dengan fenomena kemiskinan itu sendiri. Baginya, segala dinamikan lembaga keagamaan yang terjadi di Indonesia belum dapat menyentuh persoalan mendasar masyarakat, yakni kemiskinan.
Hal yang terjadi, banyak lembaga keagamaan yang justru terlalu sibuk dengan urusan kekuasaan dan politik. Buku ini memperlihatkan bagaimana NU (Nahdlatul  Ulama) yang semula merupakan lembaga keagamaan, mengubah dirinya menjadi lembaga politik yang kemudian terbukti banyak memberikan ruang yang menguntungkan bagi anggotanya (Hal. 138).
Namun kemudian ada dorongan internal agar NU untuk menarik diri dari kegiatan politik. Dorongan ini dipicu oleh kenyataan bahwa organisasi tersebut semakin kurang memberikan perhatian kepada dakwah dan pembinaan umat. Hasilnya, pada tahun 1983, NU kembali  ke Khittah 1926 (hal. 1943).
Hal menarik lain yang disinggung dalam buku oleh Bruinessen adalah dinamika lembaga maupun kelompok-kelompok Islam yang ada dalam masyarakat.  Tampaknya memang tak mudah melepaskan Islam dari hiruk pikuk masalah sosial dan politik. Islam selalu menjadi elemen penting di dalamnya.
Pada analisa Bruinessen, itu alasannya mengapa rezim berkuasa selalu melibatkan lembaga-lembaga Isalam untuk berbaga proyek ataupun programnya. Bagi pemerintah Islam bukan sekadar agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia, melainkan juga potensi untuk melakukan sebuah gerakan.